Masyarakat modern adalah masyarakat yang gemar membangun sejumlah institusi. Institusi-institusi tersebut tidak hanya dibangun sebagai monumen simbolis yang menandakan bahwa manusia modern adalah makhluk yang berasio, tetapi juga difungsikan secara praktis sebagai sarana keteraturan mereka. Di balik pendirian sejumlah institusi terdapat semacam kesadaran kolektif bahwa manusia adalah makhluk yang cenderung liar dan tidak dapat diatur. Beberapa institusi seperti agama, sekolah, rumah sakit jiwa, dan penjara didirikan untuk menjinakkan, mendidik, dan menjauhkan manusia dari sifat primordial yang tidak teratur itu.
Sejak
zaman pencerahan, agama memang disingkirkan dalam kehidupan masyarakat Eropa.
Namun, di sejumlah negara agama masih
difungsikan sebagai institusi yang dapat menanamkan kesadaran etis mengenai apa
yang baik dan buruk. Sekolah difungsikan masyarakat modern sebagai institusi
yang bertugas untuk mendidik warga muda agar memiliki budi pekerti yang sopan
dan pengetahuan yang memadai. Rumah sakit jiwa dipergunakan masyarakat modern
sebagai institusi yang dapat memberikan kesembuhan dan rehabilitasi jiwa.
Penjara difungsikan sebagai institusi korektif yang bertugas untuk
mendisiplinkan anggota masyarakat yang dianggap berbahaya, jahat, dan tidak
bermoral.
Meski
didirikan demi keteraturan dalam masyarakat, beberapa institusi itu justru kerap dipandang secara peyoratif oleh
masyarakat modern sendiri. Institusi agama dipandang sebagai artefak masa lalu
yang tidak dapat memberikan keugaharian rohani dan moralitas bagi masyarakat
modern. Bahkan pada masa kini agama dipandang sebagai sumber kekerasan yang
potensial dalam peradaban masyarakat modern. Agama tidak hanya memunculkan
tafsir mengenai keutamaan etis dan spiritualitas yang surgawi, tetapi juga
melahirkan tafsir mengenai fanatisme yang berujung pada sikap intoleransi yang
celakanya semakin menjamur di mana-mana.
Sekolah
tidak dapat dipandang lagi sebagai sumber pendidikan dan pengetahuan. Sejak
kemajuan teknologi internet masuk ke dalam kehidupan privat, setiap orang dapat
dengan mudah mengakses pengetahuan melalui mesin pencari data seperti google
atau yahoo. Sekolah hari ini hanya hadir sebagai institusi bisnis yang
mempersiapkan para pekerja industri yang terampil dan patuh. Hal demikian pun
membuat sekolah sebagai budak kapitalisme yang melayani kepentingan para
pemodal. Sekolah telah dijauhkan dari gagasan kemanusiaan yang sejak awal
membentuknya.
Rumah
sakit jiwa tidak lagi dipandang sebagai institusi yang mampu memberikan
kesembuhan dan rehabilitasi jiwa. Ada 2 soal yang menyebabkan hal tersebut.
Pertama, kondisi kejiwaan masyarakat modern yang tidak stabil ternyata tidak
diiringi dengan sistem perawatan yang lebih memadai di rumah sakit jiwa. Kedua,
kondisi kejiwaan masyarakat modern yang tidak stabil itu semakin lama semakin berada
di luar jangkauan penanganan kesehatan jiwa karena hadir begitu masif dan tidak
terbendung.
Penjara
pun telah dicurigai sebagai tempat kaderisasi kejahatan ketimbang ruang
pertobatan dan penataan diri. Sudah menjadi rahasia umum bila bagi para
penjahat kerah putih penjara bisa dipergunakan sebagai tempat pengendali
kejahatan yang paling aman. Beberapa tahun terakhir, masyarakat pernah
dikejutkan dengan penjara yang kondisinya mirip dengan hotel mewah. Bagaimana
mungkin kejahatan bisa digerus dan keadilan bisa ditegakkan jika penjara
terlalu memanjakan para pesakitan sebagai raja di ruang yang sempit?
Kondisi
paradoksal seperti ini membuat masyarakat modern terlanjur melihat secara
sempit institusi-institusi tersebut sebagai biang persoalan atas
ketidakteraturan yang terjadi dalam peradaban modern. Akibatnya, mereka lupa
bahwa dalam institusi-institusi terdapat begitu banyak agen yang terlibat di
dalamnya. Sejumlah manusia yang pada awalnya menjadi sasaran atau tujuan kerja
dari institusi-institusi tersebut tidak lepas pula dari kritik dan cercaan. Para
alim-ulama atau pemimpin agama dianggap sebagai kelompok yang paling
bertanggung jawab atas runtuhnya moralitas umat. Para guru diseret ke tengah
pengadilan massa karena dianggap sebagai pihak yang paling bertanggungjawab
atas kebodohan dan kebengalan generasi muda masa kini. Para dokter dan perawat
dipandang sebagai orang yang bertanggungjawab atas merebaknya neurosis dan
sakit jiwa yang diidap banyak orang saat ini. Para penegak hukum dan sipir
dicurigai sebagai orang-orang yang paling bertanggungjawab atas gelombang
kriminalitas dan kejahatan yang tiada henti.
Karena
itu, masyarakat modern kerap bersikap pesimis dan curiga kepada mereka yang
pernah bersentuhan dengan sejumlah
institusi itu. Bahkan dengan mudah masyarakat modern memberikan predikat yang
bernada satir kepada mereka yang bersungguh-sungguh mempelajari agama secara
benar sebagai kaum fundamentalis, kepada mereka yang bersungguh-sungguh mereguk
pengetahuan di sekolah sebagai kaum pandir, kepada mereka yang
bersungguh-sungguh ingin menyembuhkan diri dari neurosis yang menimpanya
sebagai orang-orang gila, dan kepada mereka yang sungguh-sungguh mencari
hidayah dan metanoia di dalam penjara sebagai pesakitan.
Lagu
Ebiet G Ade yang berjudul Kalian Dengarlah
Keluhanku secara tersirat menegaskan sifat masyarakat modern yang selalu
curiga itu. Lagu ini ingin menggambarkan kondisi seorang mantan narapidana yang
telah dibebaskan dari penjara. Akan tetapi di hadapan masyarakat modern, mantan
narapidana itu tetap merasa terpenjara. Kebebasan yang diperoleh sang
narapidana di luar tembok penjara ternyata tidaklah seindah yang ia bayangkan
ketika berada di dalam jeruji besi. Ternyata dunia di balik tembok penjara jauh
lebih kejam. Sebagai mantan narapidana, ia dipandang hina oleh masyarakat.
Meski ia tidak lagi menyandang sebagai orang terhukum, masyarakat masih saja
memberikan sanksi dan hukuman sosial kepadanya. Ia dicurigai dan tidak
dimaafkan!
Dari pintu ke pintu
Kucoba tawarkan nama
Demi terhenti tangis anakku
Dan keluh ibunya
Tetapi nampaknya semua mata
Memandangku curiga
Seakan hendak telanjangi
Dan kulit jiwaku
Apakah buku diri ini selalu hitam
pekat
Apakah dalam sejarah orang mesti
jadi pahlawan
Sedang Tuhan di atas sana tak
pernah menghukum
Dengan sorot mata yang lebih tajam
dari matahari
Kemanakah sirnanya
Nurani embun pagi
Yang biasanya ramah
Kini membakar hati
Apakah bila terlanjur salah
Akan tetap dianggap salah
Tak ada waktu lagi benahi diri
Tak ada tempat lagi 'tuk kembali
Sebagai
mantan narapidana yang telah mengalami kehidupan getir dalam penjara, ia
berusaha sebaik mungkin untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa kini ia
adalah pribadi yang baru, pribadi yang jauh dari kata kejahatan. Ia berusaha
untuk menjalankan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Akan tetapi, tidak
ada pekerjaan yang tersedia baginya. Semua kantor yang ia kunjungi menolaknya
karena ia pernah memiliki catatan kriminal tertentu. Sungguh dalam masyarakat
modern, tiada kesempatan dan tiada maaf yang dapat diberikan kepada para mantan
narapidana.
Balada
yang disampaikan Ebiet G Ade bukanlah sekadar fiksi. Balada tersebut menjadi
cermin atas realitas yang terjadi sehari-hari. Meski institusi penjara telah
mendidik para narapidana menjadi manusia yang lebih baik, masyarakat modern tetap
tidak dapat menerima status mereka apa adanya. Kondisi demikian menjadikan
mereka sebagai masyarakat tanpa rasa maaf. Masyarakat modern adalah masyarakat mekanik
yang mendasarkan dirinya pada dimensi dualisme, hitam atau putih, suka atau
tidak suka! Masyarakat seperti ini adalah masyarakat yang tidak memiliki
kerendahan hati sehingga berpotensi munafik. Mereka mudah bersembunyi di balik
institusi-institusi agama, sekolah, rumah sakit jiwa, atau penjara. Namun,
dengan cepat, mereka mudah menghakimi dan mencerca siapapun yang berada di
sejumlah institusi itu. Seolah-olah mereka adalah orang-orang tanpa cela. Tanpa
dosa.
Masyarakat modern memang telah membangun
beberapa institusi agar perilaku masyarakat dapat dikontrol dan diperbaiki
sehingga lebih beradab. Namun, kecurigaan masyarakat modern terhadap
institusi-institusi tersebut secara tidak langsung telah menyandera semua agen
yang berproses di dalam alur tersebut. Gagasan mengenai kebaikan hanya menjadi semacam
relativisme. Nyatanya, kecurigaan itu jugalah yang mengkerdilkan dan bahkan
menghancurkan eksistensi hati nurani yang seharusnya menjadi benteng pertahanan
terakhir dalam kemanusiaan. Jika hati nurani hilang, manusia berada di ambang
kepunahannya. Hal demikian terjadi bukan karena ia tidak memiliki tubuh atau
kepandaian, tetapi karena ia tidak lagi memiliki kebaikan Tuhan yang tercermin
dalam sikap peduli, toleransi, dan welas-asih terhadap sesama.
Lagu
Kalian Dengarlah Keluhanku menyisakan
banyak pertanyaan kepada saya. Apakah institusi-institusi modern yang dibangun
masyarakat modern itu justru dibangun untuk menghancurkan manusia? Apakah
keteraturan yang ingin dicapai masyarakat modern harus dilaksanakan dengan
tindak dominatif minus hati nurani? Apakah mantan narapidana harus selamanya
terpenjara dalam ruang kebencian dan kecurigaan yang dibangun masyarakat? Dari
dalam lubuk hati yang terdalam, saya sungguh mengharapkan agar masyarakat
modern dapat menemukan jalan kembali pada hati nurani. Dan semoga esok pagi,
kita masih menjumpai setitik embunnya.
Sumber
gambar : www.lagujadul.com