Kehidupan
adalah sebuah sekolah besar tanpa tembok. Konon, dalam kehidupan kita dapat belajar
begitu banyak hal. Berbeda dengan sekolah yang menawarkan hal akademis,
kehidupan memampukan kita untuk belajar tentang nilai kehidupan yang bisa
dipahami melalui praktik. Celakanya, tidak semua nilai yang diajarkan memuaskan kita. Seringkali kita kecewa karena tidak mendapatkan apa yang sedang kita
cari. Misalnya, kita belajar mengenai waktu tetapi kita ditunjukkan bahwa kita
sendiri adalah waktu yang berjalan. Kita belajar mengenai ruang tetapi kita
ditunjukkan bahwa kita sendiri adalah tempat bertahtanya segala hal. Kita
belajar untuk mengenal siapa manusia tetapi kita malah diberi cermin yang kerap
retak. Kita belajar untuk mengenal dunia tetapi kita malah ditunjukkan gambar
wajah manusia yang muram, terluka, dan sedih.
Sebaliknya,
dalam situasi yang tidak diharapkan, kita kerap terkejut karena memperoleh hal
yang tidak pernah dipikirkan sebelumnya. Kehidupan sungguh seperti sekotak
coklat yang menyimpan seribu satu kejutan, selain tragedi dan oksimoron. Apakah
hal itu disebut sebagai anugerah, saya bisa saja meyakininya. Apakah hal itu
disebut sebagai keberuntungan, saya pun tak menolaknya. Salah satu bentuk
anugerah atau keberuntungan itu adalah cinta. Kita tidak pernah mengetahui
dengan pasti kapan cinta menghampiri kita. Kita tidak pernah mampu menduganya
karena dalam catatan sejarah manusia malaikat asmara tidak pernah datang ke
bumi untuk memberi kabar sebelumnya. Konon, anak panahnya dapat membidik hati siapapun. Tanpa rencana.
Masyarakat
modern melihat malaikat asmara sebagai mitos yang berasal dari wilayah
fantasia. Namun, melalui
iklan, ada kalanya mereka menunggu kehadirannya pada saat hari kasih sayang.
Tapi, siapa yang percaya? Di luar sang cupid,
pembimbing rohani saya pernah mengatakan bahwa cinta yang menghampiri kita
adalah cinta yang dikobarkan Tuhan dalam hati manusia. Hal itu terjadi karena
Tuhan adalah sumber cinta. Saya mempercayai apa yang berasal dari Tuhan selalu
menguatkan, membahagiakan, dan menghidupkan. Karenanya, jika sungguh berasal
dari sumber itu, cinta seharusnya memampukan siapapun yang berdiam di dalamnya
mengalami sukacita. Dengan kata lain, cinta tidak mungkin mematikan!
Akan tetapi, di hadapan kapitalisme, sakralitas
cinta dijadikan sebagai salah satu komoditas penting dalam masyarakat modern.
Cinta dijatuhkan dari tahtanya dan dilucuti auranya sehingga hanya
bertengger di ruang-ruang gelap tempat kemesuman direngkuh, bersandar di layar
kaca dan panggung hiburan, atau bercokol di singgasana para politikus yang haus kuasa. Cinta pun diperjualbelikan dengan harga yang teramat murah dan mudah selesai dalam waktu singkat. Tanpa makna, cinta dipuja sebagai
ikon masyarakat modern yang merasa telah menaklukkan sorga di bawah teknologi
ciptaannya. Maka, kendati yang dikonsumsi masyarakat modern adalah cinta, tapi
cinta yang hadir di sini tidaklah menghidupkan. Cinta yang hadir di sini adalah
cinta yang mampu membunuh dan memadamkan api yang dikobarkan dalam hati
manusia.
Hilangnya api cinta Allah dalam diri manusia modern membuat hidupnya
terombang-ambing, kosong, penuh kepahitan, dan tanpa makna. Manusia modern
hidup sebagai makhluk tanpa cinta sejati. Mereka berkelana untuk mencari cinta
yang sejati, namun yang mereka temukan adalah cinta yang membunuh diri mereka.
Cinta seperti ini mungkin sangat berlimpah dalam diri mereka. Namun, cinta yang
terlalu berlebihan itu menjadi monster karena mampu menciptakan kepicikan,
kekerdilan hati, dan kejahatan.
Lagu Too Much Love will Kill You
yang dilantunkan Brian May, gitaris Queen, kiranya dapat mengutarakan situasi
manusia modern yang hidup tanpa cinta sejati. Banyak yang tidak mengetahui
bahwa lagu ini diciptakan Brian May pada tahun 1988 tatkala ia harus berpisah
dengan isterinya. Kendati pernah direkam Queen pada tahun itu, lagu tersebut
tidak pernah dirilis secara resmi. Pada tahun 1992, lagu itu muncul dalam album
solo Brian May yang berjudul Back to the
Lights. Baru pada tahun 1995, Too
Much Love Kill You dirilis dalam album Queen yang berjudul Made in Heaven.
Beberapa pendengarnya kerap menafsirkan lirik lagu ini sebagai sebuah
jembatan untuk merefleksikan kisah kematian Freddie yang mengenaskan karena
AIDS pada tahun 1991. Pada masa hidupnya, Freddie dikenal kerap menjalin
hubungan asmara dengan sejumlah pria. Ketenaran dan gelimang harta membuatnya
tidak dapat berpijak pada prinsip hidup yang benar. Hal demikian memudahkan
Freddie terinfeksi virus yang sangat mematikan itu. Sampai akhir hayatnya, ia
ternyata tidak mampu menemukan cinta sejati. Perempuan yang sungguh ia cintai
tidak pernah hidup bersamanya karena ia gagal membangun komitmen. Namun, nasi
telah menjadi bubur!
I'm just the pieces of the man I
used to be
Too many bitter tears are raining down on me
I'm far away from home
And I've been facing this alone
For much too long
I feel like no one ever told the truth to me
About growing up and what a struggle it would be
In my tangled state of mind
I've been looking back to find
Where I went wrong
Too much love will kill you
If you can't make up your mind
Torn between the lover and the love you leave behind
You're headed for disaster 'cos you never read the signs
Too much love will kill you every time
I'm just the shadow of the man I used to be
And it seems like there's no way out of this for me
I used to bring you sunshine
Now all I ever do is bring you down
How would it be if you were standing in my shoes
Can't you see that it's impossible to choose?
No, there's no making sense of it
Every way I go I'm bound to lose
Too much love will kill you
Just as sure as none at all.
It'll drain the power that's in you
Make you plead and scream and crawl
And the pain will make you crazy
You're the victim of your crime
Too much love will kill you every time
Too much love will kill you
It'll make your life a lie
Yes, too much love will kill you
And you won't understand why
You'd give your life, you'd sell your soul
But here it comes again
Too much love will kill you
In the end...
In the end.
Too many bitter tears are raining down on me
I'm far away from home
And I've been facing this alone
For much too long
I feel like no one ever told the truth to me
About growing up and what a struggle it would be
In my tangled state of mind
I've been looking back to find
Where I went wrong
Too much love will kill you
If you can't make up your mind
Torn between the lover and the love you leave behind
You're headed for disaster 'cos you never read the signs
Too much love will kill you every time
I'm just the shadow of the man I used to be
And it seems like there's no way out of this for me
I used to bring you sunshine
Now all I ever do is bring you down
How would it be if you were standing in my shoes
Can't you see that it's impossible to choose?
No, there's no making sense of it
Every way I go I'm bound to lose
Too much love will kill you
Just as sure as none at all.
It'll drain the power that's in you
Make you plead and scream and crawl
And the pain will make you crazy
You're the victim of your crime
Too much love will kill you every time
Too much love will kill you
It'll make your life a lie
Yes, too much love will kill you
And you won't understand why
You'd give your life, you'd sell your soul
But here it comes again
Too much love will kill you
In the end...
In the end.
Saya tidak menyalahkan penafsiran itu. Ada benarnya jika hal itu dikaitkan
dengan gaya hidup Freddie sebagai manusia modern yang hedonis. Manusia modern
menjadi korban dari permainan yang ia ciptakan sendiri. Brian May tampaknya
juga melihat hal tersebut pada dirinya. Setelah perceraian dan kematian
sahabatnya, Brian May pun menjalani masa yang suram. Ia sempat pula berpikir untuk
menyudahi hidupnya. Namun, ia bisa mengatasi hal itu. Lagu Too Much Love Will Kill You mengingatkannya untuk kembali menemukan
cinta sejati, cinta yang mampu mengobarkan semangatnya. Ia paham bahwa cinta
palsu sangat berbahaya bagi manusia modern karena cinta itu menguras tenaga dan
menciptakan kehidupan ini sebagai suatu kebohongan yang besar.
Akan tetapi, saya menyadari bahwa menemukan cinta yang sejati bukanlah
perkara yang mudah. Kehidupan yang kita jalani ini terlanjur menawarkan banyak
paradoks yang mau tidak mau harus dijalani. Kepenuhan dan kedangkalan kadang
kita terima begitu saja dalam waktu bersamaan, tanpa sempat berdebat. Tiada
satupun di antara kita yang mampu menghindarkan diri dari kondisi itu. Kita
pernah mengalami kedangkalan ketika tiada satupun cahaya cinta menerangi jalan
kita. Kita mungkin pernah tersesat dan jatuh justru ketika perhatian dan cinta
kasih yang dicurahkan sesama sangat berlimpah. Kita pun pernah merasa betapa
penuh dan bermaknanya kehidupan ini tatkala kita dicintai Tuhan melalui
pengalaman yang terasa begitu pahit.
Tak dapat disangkal, setiap kita juga pernah juga berjalan di jalur yang
pernah Freddie atau Brian May tapaki. Pernah merasa kosong. Pernah merasa asing
dengan diri sendiri. Pernah merasa tidak berguna. Pernah merasa tidak dicintai
kendati ada begitu banyak orang yang siap menyayangi kita dengan sepenuh hati. Namun,
dasar manusia! Hati kita kadang begitu keras seperti baja yang tidak dapat
dipatahkan, tetapi juga begitu getas seperti kaca yang mudah hancur berkeping-keping. Kita paham,
cinta dapat menjadi obat, tetapi kita juga mahfum, cinta dapat menjadi racun.