Saturday, 16 May 2015

Korporasi itu Bernama Frustrated Inc!



Pada hari ini masih perlukah kita bertanya tentang kesehatan mental manusia modern? Jika kita melihat pertanyaan itu sebagai refleksi yang penting dan bermakna, mengapa pembangunan rumah sakit jiwa tidak pernah lebih cepat dari pembangunan rumah sakit umum? Di setiap sudut ibukota, rumah sakit umum yang sangat besar didirikan dengan cepat. Sebagian besar rumah sakit umum itu dibangun sebagai gedung-gedung mewah dengan fasilitas paling mutakhir. Sebagian besar rumah sakit umum itu juga menawarkan teknologi paling modern untuk menangani sejumlah penyakit yang disebabkan oleh gaya hidup masyarakat modern yang semakin tidak sehat. Sebaliknya, sejumlah rumah sakit jiwa tampak menua, temboknya kusam dan terkelupas, mirip seperti kuburan tua tak terawat.  Suasananya sangat lenggang sehingga aroma kematian seolah-olah tercium dari lantai-lantai aula yang retak.

Dalam bukunya yang berjudul Sickening Mind: Brain, Behaviour, Immunity & Disease (1997), Paul Martin, seorang intelektual dari Cambridge University, telah mengingatkan bahwa kesehatan mental adalah sumber dari kesehatan yang sesungguhnya. Jika mental kita mulai tidak sehat, sejumlah penyakit dan virus akan segera menyerang dengan mudah. Rupanya pernyataan Paul Martin itu pun senada dengan keheranan saya terhadap minimnya kehadiran rumah sakit jiwa bagi masyarakat modern. Ia memandang bahwa dunia kedokteran pada saat ini, misalnya, abai dengan stress yang dialami masyarakat modern. Sejauh ini stress belum menjadi problem yang cukup serius dalam diskursus kedokteran. Padahal menurut Martin, stress adalah monster yang sangat mengerikan dalam kehidupan masyarakat modern.

Saya merasa bahwa Paul Martin sungguh mahfum bahwa masyarakat modern sangat dekat dengan kecemasan, ketakutan, stress, dan frustasi. Di tengah kemajuan teknologi yang semakin pesat, pertumbuhan ekonomi yang semakin dahsyat, dan perkembangan sarana komunikasi yang semakin canggih, masyarakat modern justru tidak dapat hidup dengan nyaman. Kecemasan itu menjalari tubuh mereka dari rambut hingga ujung kaki. Ketakutan itu menekan mereka dari pelbagai aspek dan dimensi sehingga mereka hadir sebagai manusia yang tidak percaya diri. Stress dan frustasi telah menjadi makanan sehari-hari. Masyarakat modern tidak hanya takut menghadapi sejumlah perubahan cepat yang terjadi di dalam lingkungannya, tetapi juga takut menghadapi dirinya. Namun, rasa takut itu ditutupi sedemikian rapat dengan topeng-topeng keculasan sehingga budaya ketulusan pun tampak tergerus.

Percayalah! Bagaimanapun, di balik topeng-topeng tersebut tersua kesengsaraan yang kadang tiada dapat terkatakan, tiada dapat terlukiskan. Kesengsaraan itu membisu dan bisa berlangsung sangat lama sampai muncul kesadaran bahwa semua orang layak untuk hidup bahagia. Semua orang memang tidak layak untuk hidup sengsara meski kesengsaraan itu adalah sebuah keniscayaan yang tidak dapat dielakkan dalam kehidupan ini.

Kesadaran demikian diungkapkan secara menarik oleh Soul Asylum dalam lagu yang berjudul Misery dalam album Let Your Dim Light Shine. Lagu yang diluncurkan pada tahun 1995 oleh band yang berasal dari Minneapolis ini  sebenarnya berkaitan dengan kritik terhadap kapitalisme industri musik alternative/modern rock yang dalam perkembangannya justru membabat habis semangat yang mendasari kelahiran genre musik itu. Namun dalam konteks yang berbeda, lagu tersebut ingin menyatakan bahwa kesengsaraan atau penderitaan tidak pernah lepas dari kehidupan manusia modern. Setiap kita memang berusaha keras untuk keluar dari penderitaan. Sayangnya,setiap kita pun dengan sengaja menciptakan dan menghadirkan penderitaan itu. We’ll create the cure, we made the disease! Manusia modern hidup dalam paradoks yang ia ciptakan dan ia harus tangani sendiri. Demikianlah hal itu terus-menerus berlanjut! Manusia modern terjebak di dalam sistem permainan yang ia buat sendiri. Manusia modern hidup dalam rasa frustrasi terus-menerus yang disadari atau tidak telah melembaga di dalam kehidupannya.

Meski dalam konteks yang berbeda kita dapat menemukan makna lain, melalui lagu itu kita juga dapat melihat hubungan yang sangat signifikan antara manusia modern dan gerak kapitalisme mutakhir. Disadari atau tidak, kapitalisme telah menjadikan manusia masuk ke dalam logika be all and end all, bahwa kapitalisme adalah segalanya dan tujuan akhir.  Dengan daya yang begitu kuat, kapitalisme telah melakukan dehumanisasi sehingga eksistensi manusia tidak lagi dapat dikenali dan diakui, tetapi justru hanya dapat dibayangkan sebagai mesin-mesin yang menggerakkan tujuan kapitalisme. Manusia telah terjerat dalam kemajuan teknologi dan peradaban yang ia ciptakan sehingga kehilangan citranya sebagai individu yang bebas. Dalam situasi demikian, tubuh dan mental manusia bukan lagi menjadi miliknya secara otonom. Keduanya pun telah diprogram untuk ikut mensukseskan proyek kapitalisme, bahkan sejak awal kelahirannya di dunia. 

Selamat datang di peradaban kapitalisme! Peradaban itu telah hadir dekat dengan kita, masyarakat modern, sebagai korporasi besar dimana rasa frustasi terus-menerus dihadirkan, dimana kemerdekaan yang pernah kita miliki sebagai individu yang sebenar-benarnya telah dilucuti, dan dimana kebebasan yang pernah dianugerahkan kepada kita justru telah menjadi rantai yang mengikat. Stress dan depresi yang kita alami saat ini adalah semacam penanda bahwa kita telah berada dalam perangkap korporasi itu. Dan celakanya, kita tidak pernah ditunjukkan bagaimana harus mencari jalan keluar. Put me out of my misery, all you suicide kings and you drama queens. Forever after happily, making misery!  

Sumber gambar : www.45picturesleeves.com                     
  

No comments:

Post a Comment