Pada hari ini masih
perlukah kita bertanya tentang kesehatan mental manusia modern? Jika kita
melihat pertanyaan itu sebagai refleksi yang penting dan bermakna, mengapa
pembangunan rumah sakit jiwa tidak pernah lebih cepat dari pembangunan rumah
sakit umum? Di setiap sudut ibukota, rumah sakit umum yang sangat besar
didirikan dengan cepat. Sebagian besar rumah sakit umum itu dibangun sebagai
gedung-gedung mewah dengan fasilitas paling mutakhir. Sebagian besar rumah
sakit umum itu juga menawarkan teknologi paling modern untuk menangani sejumlah
penyakit yang disebabkan oleh gaya hidup masyarakat modern yang semakin tidak
sehat. Sebaliknya, sejumlah rumah sakit jiwa tampak menua, temboknya kusam dan
terkelupas, mirip seperti kuburan tua tak terawat. Suasananya sangat lenggang sehingga aroma
kematian seolah-olah tercium dari lantai-lantai aula yang retak.
Dalam bukunya
yang berjudul Sickening Mind: Brain,
Behaviour, Immunity & Disease (1997), Paul Martin, seorang intelektual
dari Cambridge University, telah mengingatkan bahwa kesehatan mental adalah
sumber dari kesehatan yang sesungguhnya. Jika mental kita mulai tidak sehat,
sejumlah penyakit dan virus akan segera menyerang dengan mudah. Rupanya
pernyataan Paul Martin itu pun senada dengan keheranan saya terhadap minimnya
kehadiran rumah sakit jiwa bagi masyarakat modern. Ia memandang bahwa dunia
kedokteran pada saat ini, misalnya, abai dengan stress yang dialami masyarakat
modern. Sejauh ini stress belum menjadi problem yang cukup serius dalam
diskursus kedokteran. Padahal menurut Martin, stress adalah monster yang sangat
mengerikan dalam kehidupan masyarakat modern.
Saya merasa bahwa Paul
Martin sungguh mahfum bahwa masyarakat modern sangat dekat dengan kecemasan,
ketakutan, stress, dan frustasi. Di tengah kemajuan teknologi yang semakin
pesat, pertumbuhan ekonomi yang semakin dahsyat, dan perkembangan sarana
komunikasi yang semakin canggih, masyarakat modern justru tidak dapat hidup
dengan nyaman. Kecemasan itu menjalari tubuh mereka dari rambut hingga ujung
kaki. Ketakutan itu menekan mereka dari pelbagai aspek dan dimensi sehingga
mereka hadir sebagai manusia yang tidak percaya diri. Stress dan frustasi telah
menjadi makanan sehari-hari. Masyarakat modern tidak hanya takut menghadapi
sejumlah perubahan cepat yang terjadi di dalam lingkungannya, tetapi juga takut
menghadapi dirinya. Namun, rasa takut itu ditutupi sedemikian rapat dengan
topeng-topeng keculasan sehingga budaya ketulusan pun tampak tergerus.
Percayalah! Bagaimanapun,
di balik topeng-topeng tersebut tersua kesengsaraan yang kadang tiada dapat
terkatakan, tiada dapat terlukiskan. Kesengsaraan itu membisu dan bisa
berlangsung sangat lama sampai muncul kesadaran bahwa semua orang layak untuk
hidup bahagia. Semua orang memang tidak layak untuk hidup sengsara meski
kesengsaraan itu adalah sebuah keniscayaan yang tidak dapat dielakkan dalam
kehidupan ini.
Kesadaran demikian
diungkapkan secara menarik oleh Soul Asylum dalam lagu yang berjudul Misery
dalam album Let Your Dim Light Shine.
Lagu yang diluncurkan pada tahun 1995 oleh band yang berasal dari Minneapolis
ini sebenarnya berkaitan dengan kritik
terhadap kapitalisme industri musik alternative/modern rock yang dalam
perkembangannya justru membabat habis semangat yang mendasari kelahiran genre
musik itu. Namun dalam konteks yang berbeda, lagu tersebut ingin menyatakan
bahwa kesengsaraan atau penderitaan tidak pernah lepas dari kehidupan manusia
modern. Setiap kita memang berusaha keras untuk keluar dari penderitaan.
Sayangnya,setiap kita pun dengan sengaja menciptakan dan menghadirkan
penderitaan itu. We’ll create the cure,
we made the disease! Manusia modern hidup dalam paradoks yang ia ciptakan
dan ia harus tangani sendiri. Demikianlah hal itu terus-menerus berlanjut!
Manusia modern terjebak di dalam sistem permainan yang ia buat sendiri. Manusia
modern hidup dalam rasa frustrasi terus-menerus yang disadari atau tidak telah
melembaga di dalam kehidupannya.
Meski dalam konteks
yang berbeda kita dapat menemukan makna lain, melalui lagu itu kita juga dapat
melihat hubungan yang sangat signifikan antara manusia modern dan gerak kapitalisme
mutakhir. Disadari atau tidak, kapitalisme telah menjadikan manusia masuk ke
dalam logika be all and end all,
bahwa kapitalisme adalah segalanya dan tujuan akhir. Dengan daya yang
begitu kuat, kapitalisme telah melakukan dehumanisasi sehingga eksistensi
manusia tidak lagi dapat dikenali dan diakui, tetapi justru hanya dapat
dibayangkan sebagai mesin-mesin yang menggerakkan tujuan kapitalisme. Manusia telah
terjerat dalam kemajuan teknologi dan peradaban yang ia ciptakan sehingga kehilangan
citranya sebagai individu yang bebas. Dalam situasi demikian, tubuh dan mental manusia bukan lagi menjadi miliknya secara otonom. Keduanya pun
telah diprogram untuk ikut mensukseskan proyek kapitalisme, bahkan sejak awal
kelahirannya di dunia.
Selamat datang di
peradaban kapitalisme! Peradaban itu telah hadir dekat dengan kita, masyarakat modern, sebagai
korporasi besar dimana rasa frustasi terus-menerus dihadirkan, dimana kemerdekaan
yang pernah kita miliki sebagai individu yang sebenar-benarnya telah dilucuti,
dan dimana kebebasan yang pernah dianugerahkan kepada kita justru telah menjadi
rantai yang mengikat. Stress dan depresi yang kita alami saat ini adalah semacam
penanda bahwa kita telah berada dalam perangkap korporasi itu. Dan celakanya, kita
tidak pernah ditunjukkan bagaimana harus mencari jalan keluar. Put me out of my misery, all you suicide kings and you drama queens. Forever after happily, making misery!
Sumber gambar : www.45picturesleeves.com
No comments:
Post a Comment