Tanggal 21
Juli 1969 adalah momen yang tidak akan pernah dilupakan bagi Neil Armstrong dan
masyarakat Amerika. Pada tanggal itu, pria kelahiran Ohio tahun 1930 ini keluar
dari pesawat antariksa Apollo 11 untuk menjejakkan kakinya di permukaan bulan. Sebelumnya,
dengan kepercayaan diri yang penuh, ia sempat mengeluarkan pernyataan yang akan
dicatat sebagai kutipan yang paling jauh direkam. “That’s one small step for a man, one giant leap for mankind!” Satu
langkah kecil bagi seorang manusia, tetapi satu lompatan besar bagi manusia.
Ya, Neil
Armstrong menjadi manusia pertama yang berjalan di permukaan bulan! Bersama
dengan rekannya, Buzz Aldrin, mereka menjelajahi permukaan itu selama 2,5 jam.
Dapat dikatakan bahwa penjelajahan yang terjadi pada tanggal 21 Juli 1969 itu tidak hanya menjadi peristiwa penting bagi
dunia saintifik dan teknologi, melainkan juga bagi kemanusiaan.
Keberhasilan
para awak Apollo 11 yang hanya mengangkut 3 orang itu menjadi sebuah fiesta
yang begitu besar dan meriah. Bagai dewa yang baru turun dari langit, kedatangan
ketiga astronot itu ke bumi sungguh dirayakan. Mereka disambut dengan gegap
gempita. Pemerintah Amerika Serikat, tanpa basa-basi, segera menyematkan
lencana keberanian dan kebebasan kepada Neil dan kedua temannya.
Popularitas para
astronot itu secara tiba-tiba meroket dengan sangat cepat. Hampir setiap hari
wajah mereka terpampang sebagai cover majalah dan pusat perhatian di headline
harian.Tidak jarang, mereka pun diminta untuk menjadi narasumber di pelbagai
seminar atau konferensi tingkat internasional di beberapa negara. Sungguh,
mereka bertiga disanjung sebagai American
Hero!
Namun, kisah
keberhasilan misi Apolo 11 yang begitu epik itu sebenarnya hanya menjadi semacam penghibur
dari kegagalan misi Apolo 1. Pesawat antariksa tersebut terbakar dan jatuh di
Tanjung Kennedy Florida tiga puluh bulan sebelumnya. Kecelakaan yang tragis itu
pun telah menewaskan tiga astronot yang diutus sebagai perintis.
Kita tahu bahwa
keberhasilan misi Apolo 11 juga menjadi semacam monumen bagi pemerintah Amerika
Serikat untuk melebarkan mimpinya, yaitu sebagai penguasa angkasa luar! Apalagi
pada tahun-tahun itu, Amerika merepresentasikan dirinya sebagai negara
antikomunis dalam kancah perang dingin dengan Uni Sovyet yang berhaluan
komunis. Bukanlah sebuah kebetulan pula bila sejak tanggal 23 April dan 24
April 1967, negara beruang putih itu telah meluncurkan Soyuz I yang hanya
diawaki oleh astronot Vladimir M. Komarov. Sayangnya, astronot tersebut gagal menginjakkan
kakinya ke daratan bumi. Pasalnya, kapsul yang mengangkutnya terbakar pada
ketinggian 7000 meter menjelang bumi.
Sejak
berakhirnya Perang Dunia II, Amerika menjadi penguasa militer di blok Barat,
sedangkan Uni Sovyet di blok Timur. Kedua negara itu berseteru dalam sebuah
perang dingin yang tak kunjung usai sampai akhir tahun 1980-an. Kedua-duanya
memiliki obsesi untuk menjadi penguasa dunia. Bahkan bila perlu, mereka juga
memiliki obsesi untuk menjadi penguasa angkasa luar. Konon, sejak tahun 1974,
Amerika bahkan berambisi untuk menempatkan 10.000 warga bumi di antariksa.
Demikianlah,
ruang hampa udara itu sungguh diminati kedua negara besar ini. Mereka saling
berlomba-lomba untuk mencapai tempat yang tertinggi. Boleh dikatakan, angkasa
luar menjadi sebuah pertaruhan yang mahal. Pasalnya, ruang hampa itu
menjanjikan eksplorasi ilmu pengetahuan,
bidang kemiliteran, dan industrialisasi yang fantastik! Selain proyek rekayasa
genetika dan bioteknologi, hasrat komersial melalui bisnis satelit komunikasi
menjadi salah satu komoditas yang tidak terelakkan untuk dikembangkan.
Akan tetapi,
jauh dari kepentingan ideologis yang dibawa oleh kedua negara adidaya itu,
dunia seni justru melihat perjalanan ke angkasa luar yang dilakukan para
astronot itu sebagai pengalaman eksistensial yang sangat menegangkan dan
mencemaskan. Di tengah ingar-bingar fiesta penyambutan para awak Apolo 11, David
Bowie meluncurkan sebuah lagu yang berjudul Space
Oddity. Dalam lagu itu Bowie tidak berbicara tentang kegigihan dan
kesuksesan para astronot untuk menaklukkan bulan. Lagu itu justru berbicara
tentang kehampaan dan kekosongan, sebuah tragedi dalam kehidupan manusia.
"Space Oddity"
Ground Control to Major Tom
Ground Control to Major Tom
Take your protein pills
and put your helmet on
Ground Control to Major Tom
Commencing countdown,
engines on
Check ignition
and may God's love be with you
[spoken]
Ten, Nine, Eight, Seven, Six, Five, Four, Three, Two, One, Liftoff
This is Ground Control
to Major Tom
You've really made the grade
And the papers want to know whose shirts you wear
Now it's time to leave the capsule
if you dare
This is Major Tom to Ground Control
I'm stepping through the door
And I'm floating
in a most peculiar way
And the stars look very different today
For here
Am I sitting in a tin can
Far above the world
Planet Earth is blue
And there's nothing I can do
Though I'm past
one hundred thousand miles
I'm feeling very still
And I think my spaceship knows which way to go
Tell my wife I love her very much
she knows
Ground Control to Major Tom
Your circuit's dead,
there's something wrong
Can you hear me, Major Tom?
Can you hear me, Major Tom?
Can you hear me, Major Tom?
Can you....
Here am I floating
round my tin can
Far above the Moon
Planet Earth is blue
And there's nothing I can do.
Ground Control to Major Tom
Take your protein pills
and put your helmet on
Ground Control to Major Tom
Commencing countdown,
engines on
Check ignition
and may God's love be with you
[spoken]
Ten, Nine, Eight, Seven, Six, Five, Four, Three, Two, One, Liftoff
This is Ground Control
to Major Tom
You've really made the grade
And the papers want to know whose shirts you wear
Now it's time to leave the capsule
if you dare
This is Major Tom to Ground Control
I'm stepping through the door
And I'm floating
in a most peculiar way
And the stars look very different today
For here
Am I sitting in a tin can
Far above the world
Planet Earth is blue
And there's nothing I can do
Though I'm past
one hundred thousand miles
I'm feeling very still
And I think my spaceship knows which way to go
Tell my wife I love her very much
she knows
Ground Control to Major Tom
Your circuit's dead,
there's something wrong
Can you hear me, Major Tom?
Can you hear me, Major Tom?
Can you hear me, Major Tom?
Can you....
Here am I floating
round my tin can
Far above the Moon
Planet Earth is blue
And there's nothing I can do.
Major Tom bukanlah tokoh sebenarnya. Ia
mungkin mewakili para astronot dalam dunia nyata seperti Neil Armstrong, Yuri
Gagarin, atau Vladimir M. Komarov. Namun, ada kemungkinan pula bahwa nama
demikian tidak mewakili siapapun. Selama
proses keberangkatannya ke angkasa luar, astronot ini begitu dipantau dan
dibimbing oleh ground control,
semacam menara pengawas. Sempat terjadi dialog di antara Tom dan petugas menara
pengawas di dalam lagu itu. Ada kesan bahwa Tom memang melaporkan kondisi dan
posisinya kepada menara pengawas dengan cukup lengkap. Akan tetapi,
lama-kelamaan, laporan yang disampaikan Tom tidak lagi menyoal tentang keberadaannya
di ruang hampa udara itu. Kata-katanya justru menampakkan rasa frustrasi
sementara kapsul kaleng itu melaju tanpa arah di angkasa. There’s nothing I can do!, ujarnya.
Tom tampak begitu pasrah! Ia tidak bisa mengelak dengan nasibnya.
Kalimat demi kalimat yang disampaikannya bukan lagi menjadi sekumpulan
informasi yang diharapkan, melainkan semacam pesan terakhir bagi keluarga dan
dunianya. I'm feeling very still. And I
think my spaceship knows which way to go. Tell my wife I love her very much.
She knows.
Melalui Space Oddity kita ditunjukkan betapa penerbangan ke angkasa luar bukanlah
sebuah perjalanan yang luar biasa dan mencengangkan, tetapi merupakan
perjalanan menuju kekosongan dan kehampaan diri. Penerbangan itu ternyata
menimbulkan persoalan eksistensial bagi manusia. Ketika manusia dilemparkan ke
dalam sebuah ruang kosong yang sangat asing, ia bukanlah siapa-siapa. Ia
bukanlah lagi sebuah identitas. Ia hanya menjadi sebuah entitas tanpa jiwa,
tanpa tujuan. Disadari atau tidak, unsur kemanusiaannya dilucuti.
Fragmen yang ditampilkan David Bowie
memiliki keserupaan retoris dengan puisi Manusia Pertama di Angkasa Luar karya Subagio Sastrowardoyo. Ada semacam
hubungan intertekstualitas di antara keduanya meski masing-masing tetap
mempertahankan orisinalitas gagasannya.
Manusia Pertama di Angkasa Luar
Beritakan kepada dunia
bahwa aku telah sampai pada tepi
darimana aku tak mungkin lagi kembali
Aku kini melayang di tengah ruang
di mana tak berpisah malam dan siang
Hanya lautan yang hampa dilingkung cemerlang bintang
Bumi telah tenggelam dan langit makin jauh mengawang
Jagat begitu tenang. Tidak lapar
Hanya rindu kepada istri, kepada anak, kepada ibuku di rumah
Makin
jauh, makin kasih hati kepada mereka yang berpisah
Apa yang
kukenang? Masa kanak waktu tidur dekat ibu
dengan
membawa dongeng dalam mimpi tentang bota
dan
raksasa, peri, dan bidadari. Aku teringat
kepada
buku cerita yang terlipat dalam lemari.
Aku
teringat kepada bunga mawar dari Elisa
yang
terselip dalam surat yang membisikkan cintanya
kepadaku
yang
mesra. Dia kini tentu berada di jendela
dengan
Alex dan Leo – itu anak-anak berandal yang
kucinta-
Memandangi
langit dengan sia. Hendak menangkap
sekelumit
dari pesawatku, seleret dari
perlawatanku
di langit tak berberita.
Masihkah
langit mendung di bumi seperti waktu
kutinggalkan
kemarin dulu?
Apa yang
kucita-cita? Tak ada lagi cita-cita
sebab
semua telah terbang bersama kereta
ruang ke
jagat tak berhuni. Tetapi
Ada
barangkali. Berilah aku satu kata puisi
daripada
seribu rumus ilmu yang penuh janji
yang
menyebabkan aku terlontar kini jauh dari bumi
yang
kukasihi. Angkasa ini bisu. Angkasa ini sepi
tetapi
aku telah sampai pada tepi
darimana
aku tak mungkin lagi kembali
Ciumku
kepada istriku kepada anak dan ibuku
dan salam
kepada mereka yang kepadaku mengenang
Jagat
begitu dalam, jagat begitu diam.
Aku makin
jauh, makin jauh
dari bumi
yang kukasihi. Hati makin sepi
Makin
gemuruh.
Bunda,
Jangan
membiarkan aku sendiri.
Apa yang ingin dinyatakan salah
seorang penyair besar dalam Sastra Indonesia itu? Kurang lebih sama, yaitu
tentang kekosongan dan kehampaan yang dialami mereka yang dikirim ke langit tak berberita. Namun, dalam puisi
itu Subagio lebih memberikan penekanan terhadap teknologi sebagai penyebab terjadinya
kekosongan dan kehampaan. Dalam sejarah tercatat bahwa perkembangan teknologi
kerap menjadi ukuran kemajuan sebuah peradaban. Maka, wajarlah bila teknologi
dinyatakan Subagio sebagai seribu rumus
ilmu yang penuh janji kepada manusia. Rumus itu berbicara tentang peradaban yang lebih modern,
sejahtera, dan bermartabat. Penerbangan angkasa luar merupakan salah satu
teknologi terkini yang dicapai manusia modern. Akan tetapi, dalam praktiknya,
teknologi tersebut telah gagal untuk memenuhi janjinya. Faktanya, perkembangan
teknologi tidak melulu membawa peradaban yang lebih modern dan sejahtera,
tetapi juga membawa malapetaka dan tragedi bagi kemanusiaan.
Menurut hemat saya, baik Bowie maupun
Subagio sedang mempersoalkan teknologi yang menjauhkan manusia dari
eksistensinya. Pesawat antariksa memang
mampu menghadirkan inovasi teknologi futuristik yang dapat membantu kehidupan
manusia kelak. Namun, dalam saat yang sama, pesawat itu juga mampu
meluluhlantakkan eksistensi manusia. Ia sanggup melemparkan kembali manusia
yang telah terlebih dahulu terlempar ke dunia ke sebuah ruang yang hampa dan
kosong. Keterlemparan ini membuat manusia masuk ke dalam lubang nihilisme yang
dalam.
Saya rasa, Bowie dan Subagio bukanlah
pribadi-pribadi yang paranoid terhadap kemajuan teknologi. Mereka paham bahwa
cepat atau lambat manusia tidak selamanya dapat memiliki bumi sebagai lokus
eksistensi, tempat manusia berada. Akan tetapi sebagai insan seni, kedua orang
itu mampu menyadari bahwa teknologi dan inovasi pengetahuan yang dihasilkan
manusia hendaknya tidak mengasingkan atau meminggirkan mereka dari alam raya
ini. Bagaimanapun, manusia bukanlah sarden di kaleng timah yang dapat
dilontarkan sebuah ruang kosong hampa udara, cinta, dan kenangan. Tanpa beberapa hal tadi, manusia hanyalah mitos. Jagat
begitu dalam, jagat begitu diam. Aku makin
jauh, makin jauh dari bumi
yang kukasihi. Hati makin sepi. Makin
gemuruh.
sumber gambar: pagetfink.com