Pernahkah Anda bertanya kepada pasangan atau
teman baik Anda. “Mengapa kita harus berjumpa?” Jika Anda sedang mengalami
kepahitan, kekecewaan, dan sakit hati karena masalah komunikasi yang berantakan
dengan mereka, saya yakin, pertanyaan itu mungkin dapat Anda ajukan saat ini.
Pertanyaan itu tentu saja tidak ingin menelisik alasan yang menyebabkan
terjadinya perjumpaan antara Anda dan mereka. Sebaliknya, pertanyaan itu
sendiri secara implisit sudah mengandung nada penyesalan yang tidak dapat
dipulihkan. Betapa perjumpaan itu seharusnya tidak pernah terjadi! Namun, jika saat
ini Anda sedang merasa nyaman dan aman bersama pasangan atau teman baik Anda,
pertanyaan itu sebaiknya Anda simpan di sebuah tempat yang sulit Anda temukan
kembali sesegera mungkin. Pertanyaan itu akan Anda pandang sebagai sebuah pertanyaan
subversif yang begitu jahat!
Tidak mudah untuk menjalin hubungan yang akrab
dan berkualitas pada hari ini! Ketika
segala hal menjadi begitu instan dan mudah menghilang seperti pesan-pesan yang
viral di media sosial, persahabatan menjadi sebuah hal yang sangat langka. Kita
mungkin memiliki begitu banyak follower
dan grup dalam account media sosial
kita, namun perhatikanlah berapa banyak orang yang sungguh ingin mengetahui
kabar Anda saat ini. Hal yang terjadi justru sebaliknya. Di antara percakapan
yang begitu riuh dalam media sosial, saya dan Anda seringkali hanya menjadi
orang asing, yang hanya mampu membuka pesan dan mengikuti percakapan itu tanpa
berpretensi untuk menimpali, selain untuk menghapus cepat-cepat sejumlah pesan
itu agar ruang muat gawai kita dapat lebih leluasa! Jikalau pada hari ini pun
Anda berulang tahun, amatilah bagaimana ucapan-ucapan yang mereka berikan hanya
merupakan duplikasi alias copy dan paste teks dan gambar yang dikirim teman
sebelumnya. Sungguh menyebalkan, bukan?
Sejumlah fakta menunjukkan bahwa dari waktu ke
waktu manusia modern lebih cenderung memilih untuk memisahkan diri dari kohesi
sosial. Intimitas atau persahabatan tidak lagi dipandang sebagai nilai yang
menggetarkan hatinya. Hal demikian bahkan lamat-lamat menghilang dalam lingkup
sosial yang paling kecil seperti keluarga. Penelitian yang dilakukan baru-baru
ini oleh Philip Zimbardo, seorang psikolog sosial dari Universitas Stanford,
misalnya, menyatakan bahwa pada abad ini Amerika Serikat menjadi negara yang
tak berayah (fatherless). Banyak
remaja, terutama laki-laki, tidak
memiliki hubungan yang akrab dengan ayah mereka. Kalaupun terjadi interaksi
antara mereka, apa yang dibicarakan hanya terlihat sebagai basa-basi yang
berlangsung kurang dari 30 menit per hari. Remaja Amerika, kata Zimbardo, kini
lebih memilih untuk menautkan hatinya pada game
online dan pornografi di kamar yang terkunci.
Serupa dengan kecenderungan yang terdapat di
Amerika, masyarakat Jepang hari ini pun mengalami masalah dengan interaksi dan
kohesi sosial. Kendati generasi tua Jepang pernah berusaha sekeras mungkin
untuk menjadi bangsa yang ramah, sopan, dan penuh toleransi sejak kalah dalam
Perang Dunia II, pemuda dan pemudi Jepang pada hari ini melihat nilai-nilai
yang telah diupayakan selama bertahun-tahun itu bukanlah hal yang dapat
dibanggakan. Mereka memandang virtue
yang pernah ditegakkan oleh generasi tua sebagai barang lapuk yang harus ditinggalkan
karena dianggap tidak cocok dengan pola pemikiran saat ini. Generasi muda
Jepang hari ini cenderung tidak membutuhkan kehadiran orang lain. Intimitas dan
persahabatan lamat-lamat mulai ditolak dan disingkirkan dalam pergaulan sosial.
Mereka lebih memandang teknologi gawai dan internet mutakhir sebagai sahabat
yang lebih dapat memahami diri mereka ketimbang orang tua, saudara, tetangga,
guru, dan teman di sekolah. Generasi ini dikenal sebagai generasi Otaku yang
menempatkan Akihabara, sebuah distrik di kota Tokyo, sebagai kerajaan sorga
yang sangat menyenangkan bagi mereka. Di tempat yang penuh dengan teknologi itu
mereka tidak hanya menemukan intimitas yang sesungguhnya, tetapi juga menemukan
eksistensinya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pada masa kini
orang yang tidak memiliki teman atau sahabat bahkan bukan merupakan sebuah
masalah yang serius. Sebagai pendidik, saya melihat ada perubahan yang cukup
drastis dalam kehidupan sosial di sekolah atau perguruan tinggi. Sepuluh tahun
lalu, murid atau mahasiswa yang tidak memiliki teman cenderung terlihat tidak
begitu bersemangat dalam pelajaran. Meski tampak terisolasi, mereka tetap
mendambakan kehadiran seseorang yang dapat menerima mereka sebagai teman.
Manakala pada akhirnya mereka dapat memiliki teman, warna kehidupan mereka pun
tampak begitu cerah.
Namun, pada masa kini, hal yang terjadi justru
sebaliknya. Tidak memperoleh teman bukanlah masalah yang serius. Saya pernah berbicara
dengan salah seorang murid yang memiliki prinsip demikian. Sekilas ia tampak
terisolasi dan sepi. Tidak ada satupun teman yang pernah terlihat berbicara
atau bermain dengannya. Entah mengapa. Ketika saya menanyakan apakah ketiadaan
teman menjadi salah satu problem yang harus diatasi dalam kehidupan
sehari-hari, ia hanya menjawab bahwa ketiadaan teman bukanlah sebuah masalah.
Ia merasa tidak terusik dengan kondisi itu. No
problemo, Sir! Ia mengatakan bahwa ia tidak pernah khawatir jika tidak
memiliki seorang temanpun. Akan tetapi, hal yang justru paling ia khawatirkan
adalah jika gadget yang ia miliki rusak atau ia dilarang untuk bermain game online. Ia mengatakan bahwa gadget
dan game online sudah terlanjur
menjadi sahabatnya yang paling setia. Benda-benda itu, menurutnya, tidak pernah
memarahi atau membencinya. Mereka tidak cerewet jika ia terlalu banyak meminta.
Mereka tidak pernah mengeluh jika ia terlalu banyak bermain!
Maka, bagi saya yang memang tidak dilahirkan
sebagai digital natives, adalah sebuah
peristiwa yang sangat mengharukan apabila masyarakat masa kini masih merawat
makna intimitas, pertemanan, dan persahabatan. Selain sulit untuk dilakukan
pada masa kini, berteman atau bersahabat menuntut kepercayaan, ketulusan, dan
kerendahan hati dari kedua belah pihak. Kepercayaan diperlukan untuk menekankan
bahwa hubungan tersebut tidak dibangun dalam kecurigaan satu sama lain.
Ketulusan dibutuhkan untuk mengartikulasikan bahwa hubungan tersebut tidak
dibangun berdasarkan prinsip supply
dan demand, untung dan rugi.
Kerendahan hati diperlukan untuk menekankan bahwa hubungan tersebut tidak
didirikan di atas superioritas yang dibawa oleh status duniawi. Kerendahan hati
mengandaikan bahwa terdapat posisi yang egaliter di antara kedua belah pihak,
kendati status sosial setiap orang berbeda.
Beragam teks populer seperti film atau musik
pun secara diam-diam masih berupaya untuk menampilkan beberapa hal di atas
sebagai peristiwa yang mengharukan bagi kemanusiaan. Salah satunya adalah lagu
yang dinyanyikan oleh sebuah band funk-rock dari Amerika Serikat, Red Hot Chili
Peppers, yang berjudul My Friends
dalam album One Hot Minute (1995). Lirik
lagu ini berbicara tentang bagaimana menjadi teman yang baik. Mempertahankan rasa
simpati dan bela rasa (compasion) dalam
sebuah intimitas atau persahabatan menjadi salah satu jalan yang dapat
dilakukan agar kita dapat menjadi teman yang baik bagi siapapun. Bahkan kendati
keintiman dan persahabatan itu sudah tidak berlangsung lagi, masih ada
sepenggal hati yang tersisa untuk mereka yang pernah singgah dalam kehidupan
kita.
My friends are so depressed
I feel the question
Of your loneliness
Confide, 'cause I'll be on your side
You know I will, you know I will
Ex girlfriend called me up
Alone and desperate
On the prison phone
They want, to give her seven years
For being sad
I love all of you
Hurt by the cold
So hard and lonely too
When you don't know yourself
My friends are so distressed
And standing on
The brink of emptiness
No words, I know of to express
This emptiness
I love all of you
Hurt by the cold
So hard and lonely too
When you don't know yourself
Imagine me taught by tragedy
Release is peace
I heard a little girl
And what she said
Was something beautiful
To give, your love
No matter what
Yeah, what she said
I feel the question
Of your loneliness
Confide, 'cause I'll be on your side
You know I will, you know I will
Ex girlfriend called me up
Alone and desperate
On the prison phone
They want, to give her seven years
For being sad
I love all of you
Hurt by the cold
So hard and lonely too
When you don't know yourself
My friends are so distressed
And standing on
The brink of emptiness
No words, I know of to express
This emptiness
I love all of you
Hurt by the cold
So hard and lonely too
When you don't know yourself
Imagine me taught by tragedy
Release is peace
I heard a little girl
And what she said
Was something beautiful
To give, your love
No matter what
Yeah, what she said
I love all of you
Hurt by the cold
So hard and lonely too
When you don't know yourself
Hurt by the cold
So hard and lonely too
When you don't know yourself
Bagian yang paling menyentuh dalam lirik lagu
ini adalah pernyataan, “I heard a little girl, and what she said was something beautiful. To give your love. No matter what. Yeah, what she said.” Pernyataan ini berbicara tentang ketulusan dan
juga pengampunan. Tidak semua apa yang kita upayakan agar teman atau pasangan
kita berbahagia dapat dipahami atau dimaknai dengan jelas. Kerap cinta dan
perhatian yang kita berikan membentur tembok-tembok kosong. Kerap cinta dan
perhatian kita dianggap sebagai angin lalu. Kerap cinta dan perhatian kita
dipandang dengan sebelah mata. Namun, apa yang dikatakan gadis itu mengingatkan
kita bahwa memberikan cinta dan perhatian haruslah tulus. Kita harus melepaskan
beban apapun di balik pemberian itu sehingga cinta dan perhatian yang kita
berikan tidak memiliki alasan lain kecuali cinta dan perhatian itu sendiri!
Di samping berbicara tentang makna ketulusan, pernyataan
itu menyangatkan kekuatan akan pengampunan. Ketika Anda jatuh cinta kepada
seseorang, Anda sebenarnya telah masuk ke dalam sebuah konsekuensi bahwa Anda
akan terluka oleh cinta. Bagai bunga mawar yang berduri, cinta dan perhatian hidup
bersama dengan rasa benci dan sakit hati. Ketika kita memegang bunga tersebut,
jari kita dapat terluka oleh duri-duri yang berada di tangkainya. Tanpa
disadari, setiap perhatian dan ungkapan cinta kita bisa berubah dengan cepat menjadi
sumpah serapah ketika terjadi penolakan. Kita kecewa dan marah. Bahkan putus
asa! Namun, gadis yang ditampilkan dalam lirik lagu itu mengatakan kepada kita
agar kita harus berani untuk mengampuni mereka yang menyakiti hati. “To give your love. No Matter what!”
Pengampunan ini menjadi sarana agar kita dapat berdamai pula dengan diri
sendiri. Menurut saya, pernyataan tersebut menjadi hal yang paling penting
untuk membangun karakter yang dewasa.
Intimitas dan persahabatan, tidak dapat
disangkal, bukanlah sekadar sebuah syarat agar setiap manusia dapat menjadi
makhluk sosial, tetapi juga merupakan sebuah jalan untuk menjadi pribadi yang
lebih baik. Berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki latar belakang
berbeda membuat kita tidak terjerumus pada konsep mengenai cinta diri (amor sui). Berani menerima keterbatasan
dan kekurangan orang lain juga menjadi buah yang dapat dipetik dari intimitas
dan persahabatan itu. Melalui hal tersebut, kita dapat melihat kehidupan dan gambaran
diri kita dengan lebih matang. Kendati
demikian, memang tidak semua intimitas dan persahabatan yang dibangun selalu
berbuah manis. Tidak jarang dari intimitas dan persahabatan itu, kita justru
memetik tragedi dan kematian. Kita tahu, dalam sejarah manusia, ada begitu
banyak orang yang menjadi tidak waras, depresi, dingin, sadis, dan bahkan mati
karena terluka oleh duri-duri intimitas dan persahabatan.
Seorang eksistensialis Prancis yang bernama
Albert Camus pernah menulis hal yang menarik tentang intimitas dan persahabatan
dalam novelnya yang berjudul The Fall.
Saya kutipkan beberapa pernyataan berikut.
“Friendship
is less simple. It is long and hard to obtain but when one has it there's no
getting rid of it; one simply has to cope with it. Don't think for a minute
that your friends will telephone you every evening, as they ought to, in order
to find out if this doesn't happen to be the evening when you are deciding to
commit suicide, or simply whether you don't need company, whether you are not
in the mood to go out. No, don't worry, they'll ring up the evening you are not
alone, when life is beautiful.”
Bagi Camus, persahabatan memang terlihat kurang
sederhana karena dibutuhkan usaha yang sangat keras untuk membangun dan bahkan
merawatnya. Maka kita jangan pernah berpikir bahwa sahabat kita akan selalu
menelepon kita di setiap petang, hanya untuk memastikan bahwa pada petang ini
kita tidak mencoba untuk bunuh diri, tidak membutuhkan teman, atau tidak ingin
bepergian. Mereka bukanlah orang-orang yang hadir hanya karena kita memiliki
kekhawatiran akan kehidupan ini. Akan tetapi, mereka akan menelepon kita
tatkala kehidupan yang kita jalani dapat kita syukuri sebagai sebuah keindahan,
bukan tragedi! Ya, sahabat adalah
pribadi yang dengan rela hati mau merayakan kehidupan ini bersama kita. Sudahkah
Anda merayakan kehidupan ini dengan sahabat atau pasangan Anda? Jika belum, hubungi
mereka saat ini! Cheers!
Sumber
gambar : https://genius.com/Red-hot-chili-peppers-my-friends-lyrics