Waktu terbang begitu cepat. Seperti kedip mata. Seperti jentikan jari. Segala hal yang pernah kita alami seperti mimpi yang cepat selesai.Segalanya hanya menjadi kenangan yang tak mungkin terulang. Inilah kesan yang kerap kita peroleh ketika kita membuka album foto, ketika kita menghadiri acara reuni, atau ketika kita berdiam hening membuka agenda harian kita. Ternyata kita telah dibawa lari dengan sangat cepat oleh sang waktu. Kita telah dijauhkan dari serangkaian momen yang kita anggap dapat abadi.
Namun,
manusia modern adalah makhluk yang keras kepala. Dengan teknologi yang mereka
ciptakan dan kelola, mereka berusaha keras untuk mengatur dan bahkan menaklukkan waktu. Mereka berusaha keras untuk mewujudkan keabadian, entah faktual,
entah simbolis. Dengan cara itu kelemahan fisik dan kerentaan yang muncul
sebagai konsekuensi dari kefanaan manusia dapat ditutupi. Kita melihat bagaimana teknologi kesehatan yang menjadi salah satu pusat perhatian penting
manusia modern berusaha mengatasi keterbatasan banyak organ tubuh manusia
sehingga harapan hidup manusia diperpanjang. Teknologi kecantikan yang terus
dikembangkan sebagai sebuah kapitalisme populer pun turut serta menyediakan
keabadian bagi mereka yang terlalu takut untuk menjadi tua dan renta. Di Korea Selatan, misalnya, banyak perempuan
paruh baya merelakan wajah dan tubuhnya untuk dipermak agar tampak muda dan
mulus. Bebas dari kolesterol. Bebas dari kerutan. Bebas dari sang waktu. Demikianlah, teknologi yang diupayakan manusia modern telah menjadikan
manusia sebagai proyek yang tidak pernah selesai.
Para sastrawan modern, meski bukan berasal dari ranah teknologis, pun
kerap memiliki kerinduan untuk dapat hidup abadi melalui karya-karyanya. Dalam
sebuah puisinya, Chairil Anwar pernah meneriakkan sebuah aforisma yang terkenal
“Aku ingin hidup seribu tahun lagi!” Gairah
untuk hidup atau elan vital itu memang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari karakter Chairil yang gemar berpetualang.
Akan tetapi, Chairil Anwar rupanya tidak sendiri. Keinginan
untuk menjadi abadi itu kita temukan pula dalam novel karya Mary Shelley yang
berjudul Frankenstein. Dalam novel yang ditulis Shelley ketika berumur
18 tahun itu dikisahkan bahwa Victor Frankenstein, seorang ilmuwan muda yang
begitu ambisius, sangat terobsesi untuk menghadirkan kehidupan dari kematian.
Ia lantas menciptakan sesosok makhluk dari organ-organ tubuh mayat yang ia
sulam sedemikian rupa. Ia pun memberinya kehidupan dari teknologi yang ia
ciptakan. Seperti Promotheus yang memberikan api keabadian kepada manusia dalam
dongeng Yunani, demikianlah Frankenstein juga bermain sebagai Tuhan. Melalui teknologi ciptaannya, ia telah
membuka sebuah kemungkinan baru bahwa manusia tidak akan pernah mati. Manusia
bisa hidup abadi.
Selain Frankenstein, ada pula Peter Pan, kisah menarik tentang seorang
remaja yang tidak ingin menjadi dewasa. Kisah yang ditulis oleh seorang novelis
dari Skotlandia, J.M. Barrie, ini menampilkan petualangan Peter Pan bersama
para sahabatnya di sebuah pulau antah-berantah yang bernama Neverland. Di tempat itulah, para peri
dapat bercengkrama akrab dengan manusia dan makhluk lainnya. Di tempat itu
jugalah waktu yang begitu lekat dengan kehidupan manusia seakan tidak berjalan.
Dalam petualangannya itu Peter Pan tidak jarang harus menyelamatkan para
sahabatnya dari ancaman Kapten Hook dan kawanan bajak lautnya. Tanpa menemui
hambatan yang berarti, Peter Pan yang selalu ceria dan lincah itu berhasil mengusir
Kapten Hook yang bengis dan lamban itu keluar dari Neverland. Tidak ada tempat bagi mereka yang cepat uzur di pulau
itu.
Tidaklah berlebihan untuk dikatakan bahwa Chairil Anwar, Mary Shelly,
atau J.M Barrie sedang menunjukkan kerinduan manusia akan keabadian. Kerinduan
sebagaimana tertampakkan dalam karya-karya sastra itu memang bersifat simbolis.
Dibandingkan dengan teknologi, karya sastra sebagai sarana simbolis memiliki
kemampuan untuk masuk ke dalam relung imajinasi dan alam bawah sadar setiap
orang. Tidak dapat dimungkiri pula, karya sastra yang dibaca selalu memiliki
dampak duratif yang cukup panjang dalam kehidupan manusia karena mampu
menyentuh batin.
Meski begitu, hal-hal simbolis tampaknya mulai begitu jauh dari kehidupan
manusia modern. Teks-teks kultural seperti karya sastra, musik, komik, atau
film tidak lagi dipandang sebagai sumber tuntunan dan kekayaan batin, tetapi
diperlakukan sebagai sarana tontonan dan hiburan belaka yang dapat dikomodifikasi
secara massal. Padahal teks-teks kultural itu menawarkan sebuah katarsis dan
pembebasan bagi manusia modern dari neurosis dan irasionalitas. Akibatnya,
pelbagai teks kultural yang diproduksi manusia modern pun kering dengan
pemaknaan. Karya sastra, lagu, komik, atau film yang berkembang dalam
masyarakat modern seringkali tidak mampu
lagi menyampaikan refleksi manusia atas batas-batas eksistensial yang
melingkupinya. Teks-teks kultural itu hanya menjadi proyek eskapisme manusia
modern yang tak mampu mengatasi kefanaan tubuh. Itulah mengapa teks-teks
kultural yang tersebar dalam budaya populer dipenuhi dengan gagasan mengenai
maskulinitas, kecantikan, seks, dan kekuasaan yang begitu berlimpah, tetapi
dangkal dan kering dalam pemaknaan .
Kita lupa bahwa menjadi abadi sesungguhnya sangat begitu sederhana.
Menjadi abadi tidak selamanya berbicara tentang sejumlah teknik untuk mengatasi
kerutan dan sakit jantung. Sebaliknya, menjadi abadi berarti mau memiliki semangat
muda dalam kehidupan ini seperti diproklamasikan dengan lantang oleh band
Alphaville dalam lagunya yang berjudul Forever
Young. Tanpa terjebak sebagai Victor Frankenstein yang terobsesi sebagai
pencipta kehidupan baru, sebagai aku dalam puisi Chairil Anwar yang begitu
narsistik, atau sebagai Peter Pan yang tidak pernah mau menjalani kehidupan ini
sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan, kita diajak oleh lirik lagu itu
untuk menghidupkan semangat muda dalam diri kita. Tentu saja menghidupkan
semangat ini selalu merupakan sebuah pilihan yang tegas, antara ya atau tidak
sama sekali!
Forever
Young
Let's start in style, let's dance
for a while,
Heaven can wait we're only watching the skies.
Hoping for the best, but expecting the worst,
Are you gonna drop the bomb or not?
Let us die young or let us live forever
We don't have the power, but we never say never
Sitting in a sandpit, life is a short trip
The music's for the sad man.
Can you imagine when this race is won?
Turn our golden faces into the sun,
Praising our leaders, we're getting in tune
The music's played by the madman.
Forever young,
I want to be forever young.
Do you really want to live forever?
Forever, and ever
Forever young,
I want to be forever young
Do you really want to live forever?
Forever young.
Some are like water, some are like the heat
Some are a melody and some are the beat
Sooner or later they all will be gone
Why don't they stay young?
It's so hard to get old without a cause
I don't want to perish like a fading horse
Youth's like diamonds in the sun,
And diamonds are forever
So many adventures couldn't happen today,
So many songs we forgot to play
So many dreams swinging out of the blue
Oh let them come true
Forever young,
I want to be forever young.
Do you really want to live forever,
Forever, and ever?
Forever young,
I want to be forever young.
Do you really want to live forever,
Forever young?
Forever young
I want to be forever young
Do you really want to live forever,
Forever, and ever?
Forever young,
I want to be forever young.
Do you really want to live forever?
Heaven can wait we're only watching the skies.
Hoping for the best, but expecting the worst,
Are you gonna drop the bomb or not?
Let us die young or let us live forever
We don't have the power, but we never say never
Sitting in a sandpit, life is a short trip
The music's for the sad man.
Can you imagine when this race is won?
Turn our golden faces into the sun,
Praising our leaders, we're getting in tune
The music's played by the madman.
Forever young,
I want to be forever young.
Do you really want to live forever?
Forever, and ever
Forever young,
I want to be forever young
Do you really want to live forever?
Forever young.
Some are like water, some are like the heat
Some are a melody and some are the beat
Sooner or later they all will be gone
Why don't they stay young?
It's so hard to get old without a cause
I don't want to perish like a fading horse
Youth's like diamonds in the sun,
And diamonds are forever
So many adventures couldn't happen today,
So many songs we forgot to play
So many dreams swinging out of the blue
Oh let them come true
Forever young,
I want to be forever young.
Do you really want to live forever,
Forever, and ever?
Forever young,
I want to be forever young.
Do you really want to live forever,
Forever young?
Forever young
I want to be forever young
Do you really want to live forever,
Forever, and ever?
Forever young,
I want to be forever young.
Do you really want to live forever?
Sebagai
sebuah pilihan, menghidupkan kembali semangat muda tidak berarti bahwa tidak
ada risiko. Salah satu risiko yang tidak dapat dimungkiri adalah bahwa
bergeloranya semangat muda, bagaimanapun, bergantung pula kepada tubuh yang
fana. Selama tubuh masih mampu menopang semangat, maka semangat muda itu akan
terus bergelora. Akan tetapi, manakala tubuh mulai melemah dan uzur, semangat
muda itu hanyalah artefak yang siap dikubur. Maka, dalam konteks tersebut,
lirik Forever Young mengajak kita
untuk secara kritis mencermati betapa sulitnya menghidupkan kembali semangat
muda itu dalam masyarakat modern, terutama ketika kita tidak lagi menjalani
petualangan, tidak lagi menyanyikan lagu kesukaan, atau mulai enggan untuk
bermimpi. Jika ketiga hal itu hilang dalam kehidupan, dipastikan bahwa manusia sungguh
tidak berdaya di hadapan waktu. So many
adventures couldn't happen today, so many songs
we forgot to play, so many
dreams swinging out of the blue,oh let them come true.
Ketiga hal
tersebut; petualangan, lagu kesukaan, dan mimpi, menurut hemat saya, adalah
elemen yang cukup penting untuk menghayati proses kehidupan. Dalam bukunya, Adventures of Ideas (1967), Alfred North
Whitehead, filsuf dari Inggris, memandang petualangan sebagai salah satu hal
penting dalam pembahasan mengenai masyarakat yang beradab dan berbudaya, selain
kebenaran, keindahan, seni, dan kedamaian batin. Menurutnya, tanpa adanya sikap berpetualang, peradaban
akan merosot dan runtuh. Petualangan merupakan tanda kegairahan akan kehidupan.
Hal demikian secara implisit menunjukkan bahwa manusia tidak pernah hidup untuk
masa lalu, melainkan masa depan.
Ada baiknya
kita memamah slogan yang berasal dari masyarakat modern bahwa menjadi tua
adalah takdir, sedangkan menjadi dewasa adalah pilihan. Sebagai manusia fana,
manusia tetap tidak dapat mengalahkan waktu kendati telah berusaha bergumul dan
membunuhnya dengan teknologi yang ia ciptakan. Ia tetap akan menua dan akan
menghilang setelah itu. Kendati begitu, manusia tetap mampu membuat perbedaan
yang cukup signifikan. Ia tidak akan binasa dalam kesia-siaan. Ia akan berusaha
keras untuk memaknai kehidupannya sebagai kesempatan yang tidak akan muncul dua
kali. Ia melihat kehidupan sebagai sebuah perkembangan, sebuah petualangan. Itulah
yang kita sebut sebagai kedewasaan. Namun, kita sungguh paham bahwa tidak
banyak manusia yang berani memilih untuk menjadi dewasa. Sebagian besar masih
terkurung dan membusuk dalam Neverland,
dunia antah-berantah, sambil tetap
bermimpi bahwa kehidupan ini akan selalu abadi. Entah sampai kapan!
Menjadi
muda selamanya mungkin adalah obsesi yang tentunya masih dikejar oleh manusia
modern. Kemajuan teknologi yang begitu pesat menjadi harapan bagi mereka untuk
mengalahkan sang waktu. Celakanya, dalam usaha itu, manusia modern tampak
terlihat lebih cepat tua karena obsesi itu tidak membahagiakannya. Obsesi itu
melupakan esensi dari semangat muda yang sesungguhnya. Saya jadi teringat
dengan seuntai pesan bijak dari Dom Helder Camara yang terpampang di Civita,
sebuah rumah retret bagi kaum muda di Jakarta.
“Jangan pernah menjadi tua, sebelum Anda muda.” Demikianlah, di atas segala hal menjadi muda adalah sebuah fase kehidupan yang harus dilalui. Karena itu, perlu disadari pula bahwa pada akhirnya menjadi muda ternyata bukanlah jalan menuju keabadian . It's so hard
to get old without a cause. I don't want to perish like a fading
horse. Youth's like diamonds in the sun, and diamonds are forever.
Sumber gambar : www.dedraaiplaat.nl
No comments:
Post a Comment