Berbicara
tentang dunia masa depan adalah berbicara tentang prediksi dan tafsiran. Meski
ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang sedemikian cepat, pembicaraan
tentang dunia masa depan selalu menyisakan sejumlah potongan puzzle yang
kosong. Sejauh ini para penulis fiksi adalah para perintis yang berani menghadirkan
gambaran tentang masa depan dengan menerobos batas ruang dan waktu secara
imajinatif. Mereka menghadirkan serangkaian petualangan manusia untuk menemukan
wilayah yang lebih baik, maju, dan sejahtera melalui cerita tentang mesin
waktu, penjelajahan ke tanah antah-berantah, atau dunia serba robot. Tidak
dapat disangkal, beberapa hal yang dipikirkan para penulis itu ternyata dapat
terwujud nyata dalam kehidupan manusia modern. Kendati demikian, manusia modern
tidak berhenti untuk mencari dunia masa depan.
Dalam
diskursus filsafat, masa depan menjadi salah satu topik yang menarik. Dalam
teori panta rhei yang diungkapkan Heraklitos, masa depan digambarkan
sebagai sebuah konsekuensi dari perubahan. Masa depan adalah bagian dari waktu
yang mengalir. Dia selalu ada mendahului manusia sehingga sulit untuk
ditangkap. Namun, dalam hukum perubahan, perlu pula dicermati bahwa apa yang
dianggap sebagai masa depan itu akan surut dan berubah menjadi masa lalu. Pendek
kata, masa depan bukanlah sesuatu yang tidak dapat dilampaui. Di satu sisi, kehidupan
merupakan sebuah perjalanan arus waktu yang membimbing kita menuju muara
peristiwa-peristiwa yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Di sisi lain,
masa depan adalah sebuah kemungkinan yang justru membawa kita untuk
meninggalkan masa lalu dan masa kini.
Menarik
untuk diperhatikan bagaimana selama ini pandangan mengenai masa depan selalu
disikapi dalam 2 ranah yang berbeda, yaitu religi dan ekonomi. Ranah religi memandang
masa depan sebagai ruang pemenuhan amal ibadah manusia selama berada di dunia.
Dalam hal ini sorga menjadi bentuk masa depan yang paling didambakan. Sementara
itu, ranah ekonomi memandang masa depan sebagai sebuah kondisi dimana
kesejahteraan dan jaminan ekonomi yang mapan tersedia di masa tua. Maka
wajarlah dipahami bila setiap orang punya impian untuk mencukupi kebutuhan
sorgawi sekaligus duniawi secara mantab sebelum usia mendekati uzur.
Dari dua
ranah itu kita dapat melihat bahwa masa depan sangat dekat dengan pengharapan
yang sesungguhnya. Namun, masa depan yang ingin digapai kedua ranah itu, bagi
saya, belum dapat terwujud sepenuhnya bila belum dilandasi oleh situasi yang
damai. Kedamaian, menurut saya, menjadi kunci hadirnya masa depan yang lebih baik,
sejahtera, makmur, dan manusiawi. Setidaknya apa yang saya idealkan itu
tampaknya diamini pula oleh lagu Future
World yang dibawakan sebuah band speed metal asal Jerman, Helloween.
Lagu yang
diciptakan oleh Ken Hammer dan Ronnie Atkins, mantan personel Pretty Maids,
sebuah band asal Denmark era 1980-an itu dapat ditemukan dalam album Keeper of the Seven Keys Part 1 yang dirilis Helloween pada tahun
1987. Lagu itu bercerita tentang sebuah dunia di masa depan tempat kebahagiaan,
kedamaian, dan kebersamaan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Namun,
dunia masa depan yang dimaksud tidak dibicarakan dalam kerangka apokaliptik
yang religius atau perspektif futuristik yang teknologis. Dunia yang
dibicarakan sebenarnya adalah hari esok tanpa rasa takut, hari esok tanpa rasa
cemas, hari esok yang damai dan penuh cinta. Ya, Future World tidak menempatkan dunia masa depan sebagai utopia atau
ruang imajinatif yang jauh dari kenyataan manusia modern sehari-hari. Future World menghadirkan hari esok sebagai
sebuah keyakinan yang dapat dijalani dengan lebih baik. Ya, Future World adalah sebuah dunia yang
optimistis.
We all live
in happiness
Our life is
full of joy
We say the
word “tomorrow
without
fear”
The feeling
of togetherness
Is always
at our side
We love our
life and
We know we
will stay …
Meski
optimisme muncul di dalam lagu itu, kenyataan sehari-hari membuktikan bahwa bagi
masyarakat modern kehadiran hari esok kerap telah dibayang-bayangi kecemasan
dan kekhawatiran. Memang banyak kemajuan yang dicapai masyarakat modern, tetapi
hal itu tidak dapat membuat manusia merasakan kenyamanan yang sejati. Manusia
modern, pada akhirnya, harus menjalani absurditas seperti yang dilakoni
Sisyphus sebagai orang terhukum, membawa batu sampai puncak gunung dan
menggulingkannya kembali ke bawah terus-menerus. Konsep kedamaian yang dibangun
manusia diluluhlantakkan pula oleh tangan yang justru mendirikan cinta dan
perdamaian sebagai monumen abadi dalam peradaban manusia. Di bawah atap yang
sama, kejahatan dan kebaikan hidup bersama sampai menunggu waktu siapa yang
akan menjadi pemenangnya. Inikah model dunia masa depan yang diharapkan
manusia?
Peristiwa
pembantaian sejumlah jurnalis di Perancis beberapa waktu lalu menjadi sebuah
kado tragis di tahun yang baru. Tentu
saja peristiwa itu bukanlah berita pertama tentang hilangnya rasa kemanusiaan
dalam kehidupan manusia modern. Bagi saya, peristiwa itu hanya menjadi semacam
gema dari sebuah perjalanan peradaban yang dibangun di atas tumpukan demi
tumpukan mayat dan aliran sungai-sungai darah. Lihat! Perang dan pertikaian
antarbangsa, antarkelompok, antarsuku, antaragama, antarmanusia masih saja
berlangsung! Darah Habel masih juga
tertumpah sampai hari ini. Seruan Tuhan “Dimanakah Adikmu?” hanya terdengar senyap dan samar-samar. Kapankah
hal ini akan berakhir? Masihkah kita
optimis untuk menciptakan sebuah dunia masa depan yang damai dan tenteram?
Betapa sulit mewujudkan hari tanpa rasa takut!
Kendati ada
kekhawatiran demikian, saya percaya, pesan yang disampaikan lagu Future World masih menyiratkan semangat
untuk menyuarakan kegembiraan.
Setidaknya sampai detik ini pesan di dalam lagu itu belum menjadi
artefak atau relikui tentang impian manusia yang terperosok dan hilang dalam
kubangan sejarah penuh air mata.
Sumber
gambar : article.wn.com
No comments:
Post a Comment