Sebagai
sebuah ornamen budaya populer, heavy metal
sebenarnya berada di wilayah pinggiran. Keberadaannya tidak diterima para
politikus karena menyuarakan revolusi kebebasan. Keberadaannya tidak diterima
para pendidik karena menyuarakan ketidakmapanan hidup, sebuah adventurir
hedonis yang liar. Ia tidak diterima para aparat negara karena menawarkan
pemberontakan dan kekerasan. Ia juga tidak diterima para kaum ulama karena
dituduh menyebarkan okultisme.
Dalam
masyarakat Amerika pascaperang Vietnam, heavy
metal pernah dikenang sebagai genre musik yang mampu memproyeksikan
pemberontakan kaum muda secara vulgar. Karena itu, tidaklah berlebihan bila heavy
metal menjadi genre musik yang paling dicurigai dan dikritik pedas oleh kaum
moralis sejak tahun 1970-an sampai akhir 1990-an.
Pada
pertengahan tahun 1980-an, ketika MTV menjadi sajian favorit kaum muda Amerika,
tekanan terhadap heavy metal semakin
menjadi-jadi. Genre musik yang
sesungguhnya lahir di Inggris ini dihujat habis-habisan sebagai musik yang
tidak bertanggungjawab. Musik ini
dianggap sangat berbahaya bagi generasi muda Amerika karena berpotensi untuk
membujuk mereka berlaku delinkuentif. Bahkan menurut para aktivis gereja di
Eropa, heavy metal membawa
pendengarnya untuk menyembah iblis secara terang-terangan melalui musik dan
liriknya.[1] Melalui metode
rekaman backward masking yang
diadopsi sejumlah band, misi penyembahan terhadap setan itu dikomunikasikan dan
disosialisasikan kepada para pendengarnya secara efektif.[2]
Puncaknya,
pada tahun 1985, Tipper Gore, seorang anggota kongres, mendirikan sebuah
organisasi orang tua peduli musik yang disebut sebagai Parents Music Resources Center (PMRC). Melalui PMRC ini, gerak dan
langkah ekspresif yang ditunjukkan para pendukung heavy metal di sejumlah media pun mulai terbatas. Salah satunya adalah
bahwa PMRC menerapkan Parental Advisory
terhadap semua lagu bergenre heavy metal
sehingga lirik yang ditampilkan pun dapat disaring sesuai dengan standard moral
yang disyaratkan. Dengan cara ini, heavy
metal mulai ditundukkan. Seolah-olah ada semacam kesan bahwa tidak ada
kebaikan apapun di dalam lirik lagu heavy
metal!
Maka
menjadi hal yang sangat menarik manakala kita menemukan fakta bahwa ada band
pendukung heavy metal yang ternyata
pernah menampilkan pesan religi dalam lirik lagunya. Band yang saya maksud
adalah Black Sabbath. Band yang didirikan di Inggris oleh sekelompok anak muda
dari keluarga buruh itu sering dianggap
sebagai salah satu perintis heavy metal
dalam khazanah musik populer. Kelahiran
band ini bertepatan dengan memuncaknya tensi suasana sosial dan politik di
Barat seperti revolusi seks di Perancis atau perang dingin antara blok Barat
dan Timur yang memunculkan gerakan generasi bunga (flower generation) di Amerika dan sekitarnya. Karena itu, band ini
menjadi begitu populer sebagai ikon pemberontakan.
Pada
tahun 1971, Black Sabbath pernah merekam sebuah lagu yang berjudul After Forever. Lagu
yang ditulis oleh sang basis, Geeze Butler, ini menampilkan lirik yang cukup
panjang dengan sentuhan religi Kristiani yang cukup emosional. Saya kutipkan
liriknya sebagai berikut.
Have
you ever thought about your soul – can it be saved?
Or
perhaps you think that when you’re dead, you just stay in your grave
Is
God just a thought within your head or is He a part of you?
Is
Christ just a name that you read in a book when you were in school?
When
you think about death, do you lose your breath or do you keep your cool?
Would
you like to see the Pope on the end of a rope – do you think he’s a fool
Well,
I have seen the truth. Yes I’ve seen the light and I’ve changed my ways
And
I’ll be prepared when you’re lonely and scared at the end of our days
Could
it be you’re afraid of what your friend might say
If
they knew you believe in God above?
They
should realize before they criticize
That
God is the only way to love.
Is
your mind so small that you have to fall
In
with the pack wherever they run
Will
you still sneer when death is near
And
say they may as well worship the sun?
I
think it was true it was people like you that crucified Christ
I
think it is sad the opinion you had was the one voiced
Will
you be so sure when your day is near, say you don’t believe?
You
had the chance but you turned it down, now you can’t retrieve
Perhaps
you’ll think before you say that God is dead and gone
Open
your eyes, just realize that He’s the one
The
only one who can save you now from all this sin and hate
Or
will you still jeer at all you hear?
Yes,
I think it’s too late.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa lirik lagu After Forever membuat wajah Black
Sabbath tampak berbeda. Lirik ini menyapa sekaligus mengkritik generasi muda
yang pada masa itu melihat agama sebagai kesia-siaan. Seiring dengan
pemberontakan kaum muda pada masa itu, ateisme pun menjadi sebuah trend yang
tidak dapat terbendung di beberapa negara Eropa dan Amerika. Nilai-nilai yang
pernah ditanamkan agama Kristen pada peradaban Eropa dan Amerika pun
dijungkirbalikkan dan dikritik habis-habisan. Buku-buku karya Karl Marx, Ludwig
Feuerbach, atau Friedrich Nietzsche pun laku keras dicetak ulang. Hampir semua
band rock pada saat itu, tidak terkecuali The Beatles, pun secara tegas menolak
kekristenan. Namun, lirik lagu After
Forever seolah-olah sedang melakukan sebuah apologia atau pembelaan
pandangan Kristiani tentang Yesus Kristus sebagai jalan kasih dan keselamatan.
Hal
demikian jelas menimbulkan pertanyaan dari pelbagai kalangan. Bagaimana mungkin
eksponen heavy metal seperti Black
Sabbath secara tiba-tiba berbicara
tentang eksistensi Tuhan? Bukankah seharusnya mereka menyebarkan pesan-pesan
rahasia milik Aleister Crowley dan sekte okultisme-nya yang mulai populer pada akhir
tahun 1960-an itu? Sebagaimana dapat diduga, banyak orang yang terlanjur memandang
Black Sabbath secara negatif bahwa mereka adalah pengikut Crowley. Mereka pun bertanya-tanya tentang kehadiran
lagu After Forever itu. Celakanya, tidak
sedikit pula orang Kristen yang bersikap curiga dan mempertanyakan lirik lagu
tersebut. Jangan-jangan lirik lagu itu merupakan pesan rahasia bagi para okultis
yang dibungkus dengan apik agar kita terlena? Jangan-jangan jika lagu itu
diputar mundur, muncullah pesan-pesan rahasia!
Jika
dicermati lebih mendalam, lirik lagu After
Forever itu bukanlah sebuah pasal dogma teologis tertentu, melainkan sebuah
refleksi yang sungguh pribadi. Sebagai seorang Katolik keturunan Irlandia,
Butler merasa prihatin dengan kondisi dunia pada saat itu. Ia menyesali konflik
sosial yang terjadi antara pengikut Katolik dan Protestan yang berlangsung
cukup lama di Irlandia. Ia juga begitu prihatin terhadap penolakan terhadap
agama yang dilakukan oleh kaum muda yang menuduh agama sebagai sumber kekacauan
dan kesengsaraan dunia seperti perang Vietnam. Bagi penganut agama, hal
demikian menjadi semacam tantangan yang perlu disikapi dengan bijaksana. Karena
itu, Butler pun memberikan penguatan agar mereka jangan sekali-kali takut untuk
menghadapi cemooh dan cercaan dari mereka yang menyangkal keberadaan Tuhan. Could it be you’re afraid of what your
friend might say if they knew you believe in God above? They should realize
before they criticize that God is the only way to love.
Sebenarnya
keprihatinan terhadap kondisi sosial seperti itu selalu muncul dalam
lirik-lirik lagu Black Sabbath. Dalam
sebuah wawancara yang berlangsung pada bulan Juni 2015, Geezer Butler pernah
mengatakan bahwa Black Sabbath berusaha menampilkan realitas sosial yang
terjadi di dalam masyarakat. Terkadang realitas yang mereka tulis dalam lirik
lagu bukanlah sesuatu yang menyenangkan bagi banyak orang, terutama kaum
borjuis. Hal demikian melahirkan opini
yang menganggap Black Sabbath sebagai band yang mempromosikan kegelapan dan okultisme.
Padahal, menurut pengakuan Butler, semua anggota Black Sabbath dibesarkan dalam
tradisi Kristiani dan mempercayai eksistensi Tuhan (http://ultimateclassicrock.com/black-sabbath-satanic/#)
.
Lagu
After Forever yang terdapat dalam
album Master of Reality (1971) ini hanya menjadi semacam contoh
bagaimana musik dapat hadir sebagai sebuah refleksi religius yang terkadang
begitu pribadi. Refleksi ini bertolak dari realitas sosial yang diamati dan
dipahami dalam sebuah kontemplasi budaya. Tidak dapat disangkal bahwa dalam
refleksi tersebut ketakutan, kecemasan, dan bahkan pengharapan yang dialami
manusia modern dapat diekspresikan. Musik heavy
metal pun tidak lepas dari pengalaman tersebut. Saya tidak menolak bahwa
dalam sejarah perjalanan musik ingar-bingar, ada begitu banyak lirik yang
membicarakan erotisme, kekerasan, chaos, atau ideologi tertentu secara vulgar, kasar, dan hiperbolis. Meski
begitu, saya juga tidak menolak bahwa dalam musik tersebut ada begitu
banyak lirik yang membicarakan kehidupan
religius secara metaforis dan kontemplatif.
Bagaimanapun,
menggali makna dari lirik lagu yang ditulis sebuah band yang telah dicurigai
terlebih dulu sebagai kelompok subversif bukanlah hal mudah. Dibutuhkan
kejernihan hermeneutis yang lebih mendalam sehingga prasangka-prasangka yang
melingkupinya dapat ditunda terlebih dahulu. Maka, tidaklah berlebihan bila
dikatakan bahwa prinsip judging the book
by its cover yang kerap digelontorkan sebagai sebuah generalisasi tentu
merupakan sebuah kecerobohan pula.
Setidaknya, melalui lagu After
Forever, Black Sabbath pun bisa menunjukkan bahwa cinta Tuhan masih penting
dihayati sebagai jalan kemanusiaan. (PHW)
Sumber Gambar : www.drownedinsound.com
No comments:
Post a Comment